GOTO: gainer or loser? Serial Emiten #2

Penawaran saham perdana GOTO menjadi perbincangan netizen–tidak hanya investor–dalam sepekan terakhir. IPO GOTO heboh setidaknya karena:

  1. Gojek dan Tokopedia adalah perusahaan terkenal mengingat sebagian besar di antara kita pakai produknya setidaknya seminggu sekali.
  2. IPO GOTO merilis 5,2 miliar lembar saham. Ini penawaran dengan jumlah lembar saham terbesar sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.
  3. Untuk pertama kalinya kita bisa lihat laporan keuangan perusahaan teknologi sebesar dan sepopuler Gojek dan Tokopedia. (Iya, ini mungkin saya aja sih yang excited) Alasannya saya ceritakan lain waktu.
  4. Pengalaman pahit investor BUKA. Ada di antara Anda yang pernah nyangkut di sini?

Bicara tentang GOTO pasti mengingatkan kita pada pengalaman BUKA tahun lalu. Dua perusahaan ini punya beberapa kesamaan, misalnya:

  • Salah satu bisnis GOTO adalah marketplace digital, sama seperti BUKA. Tokopedia dan Bukalapak dulu sempat bersaing ketat. Tentu ini sebelum Bukalapak mulai kehabisan nafas dan Shopee datang mengguyurkan promo tiap bulan.
  • Kedua perusahaan ini masih mengalami kerugian ketika pertama kali menawarkan sahamnya di bursa.

Tapi benarkah GOTO akan bernasib sama dengan BUKA?

Mari memprediksi kinerja GOTO di bursa nantinya melalui prospektus yang telah mereka sampaikan pada publik.

Daftar Isi

Perusahaan masih rugi

Sumber: Prospektus GOTO

Saya rasa kita sepakat bahwa perusahaan yang baik/sehat adalah perusahaan yang:

  1. Konsisten menghasilkan keuntungan
  2. Dikelola oleh manajemen yang baik dengan good corporate governance
  3. Tidak pernah terlibat kasus hukum yang aneh-aneh.

GOTO mungkin punya kriteria (2) dan (3), tapi tidak untuk kriteria pertama. Jumlahnya pun tidak main-main. Kalau ditotal, selama tiga tahun terakhir (2018-2020), GOTO rugi sebesar Rp52,4 triliun.

Kok bisa suatu perusahaan rugi sebesar itu tapi masih beroperasi baik-baik saja? Ya karena suntikan modal berseri-seri dari venture capital yang mereka peroleh dulu.

Trivia: ternyata kontrak Gojek untuk menggunakan layanan Google Maps mahal juga ya.

Dijual dengan harga premium

Selain tiga kriteria di atas, saya juga biasanya punya satu kriteria lain dalam memilih saham. Harganya masih murah/reasonable. Bagaimana dengan GOTO?

Berdasarkan prospektus, berikut ini informasi keuangan GOTO:

  • Jumlah saham yang ditawarkan pada publik: 52 miliar lembar
  • Kepemilikan saham publik: 4,35%
  • Return on Equity: -9,7%
  • Return on Assets: -7,7%
  • Harga penawaran maksimal: Rp346
  • Harga penawaran minimal: Rp316
  • Harga saham beredar maksimal: Rp17,992 triliun
  • Harga saham beredar minimal: Rp16,432 triliun
  • Ekuitas bersih per September 2021: Rp126 triliun

Berdasarkan data tersebut, kita bisa ambil simpulan:

  • Valuasi total GOTO maksimal (berdasarkan harga penawaran maksimal): Rp413,6 triliun
  • Valuasi total GOTO minimal: Rp377,7 triliun
  • PBV maksimal: 3,28
  • PBV minimal: 3

Untuk memahami informasi keuangan di atas, mari kita analogikan dengan dua ilustrasi berikut.

Ilustrasi 1

Anda punya usaha bubur ayam yang modal totalnya adalah Rp10 juta. Usaha ini menghasilkan keuntungan rata-rata Rp3 juta perbulan.

Kalau misalnya saya beli usaha Anda ini dengan harga setara nilai bukunya yaitu Rp10 juta, apa Anda mau? Ya ga mau lah.

Anda rugi kalau Anda hanya menjual di harga segitu. Rp10 juta itu kan untuk balik modal saja, sementara Anda akan kehilangan potensi pendapatan bulanan dari modal Rp10 juta tersebut. Apalagi, usaha ini sudah terbukti menghasilkan pendapatan yang lumayan buat Anda.

Simpulannya, saya harus membayar Anda lebih banyak untuk meyakinkan Anda menjual usaha tersebut pada saya. Betul kan?

Ilustrasi 2

Saya punya usaha laundry yang modal totalnya sekitar Rp50 juta. Saya sudah memilih lokasi yang premium, strategi marketing yang canggih, peralatan paling modern, dan budget iklan yang ora umum. Saya yakin akan punya banyak customer dari usaha ini karena Anda tahu usaha saya menjawab kebutuhan masyarakat akan laundry yang cepat, murah, dan berkualitas.

Sayangnya di saat bersamaan, saya punya direct competitor yang bermodal besar dan sama kuatnya dalam mengeluarkan uang untuk menarik pelanggan baru. Alhasil, usaha laundry saya sampai saat ini masih terus merugi sekitar Rp2 juta perbulan.

Akhirnya, saya memutuskan menjual usaha tersebut pada Anda dengan harga setara modal awalnya saja, Rp50 juta.

Apa Anda mau membelinya?

Saya sangat paham kalau Anda tidak mau. Selain sudah keluar Rp50 juta, Anda juga harus menanggung kerugian Rp2 juta setiap bulan lho. Meski laundry ini terletak di lokasi strategis, punya marketing yang canggih, dan mengoperasikan peralatan modern, tetap saja laundry ini belum menghasilkan keuntungan.

Nah kira-kira, kalau laundry itu saya jual dengan harga Rp150 juta, apa Anda mau membelinya?

Lha Rp50 juta saja Anda belum tentu mau membelinya kok, apalagi Rp150 juta.

Tapi begitulah ilustrasi kondisi GOTO saat ini. Perusahaan masih merugi, tapi sahamnya dijual dengan harga PBV 3x.

Sesungguhnya, saya (dan banyak investor lainnya) tidak keberatan beli saham dengan harga PBV segitu. Saham populer seperti UNVR itu PBV-nya saat artikel ini ditulis 29x (meski saya sendiri tidak pegang saham ini). Syaratnya, perusahaannya bagus dan menguntungkan. Kalau masih rugi seperti ini, yaa saya lihat-lihat dulu saja deh.

Oya satu hal lagi. Pernahkah Anda berpikir, kenapa saham BUKA ambrol terus sejak penawaran saham perdananya?

Menurut saya, jawabannya simpel: karena sejak awal harga sahamnya memang terlalu mahal. BUKA ditawarkan dengan harga Rp850 per lembar. Atau, kalau dihitung-hitung, PBV-nya mencapai 1,11x.

Ada satu lagi red flag yang saya jumpai saat masa penawaran/bookbuilding BUKA. Saya ingat banyak sekali pompom di media sosial (terutama Twitter). Saya tidak ikut banyak grup Telegram investor ritel, tapi saya menduga suasananya juga sama. Apakah Anda menjumpai hal yang sama pada IPO GOTO ini?

Nah, pengalaman BUKA ini semoga bisa jadi pertimbangan tambahan sebelum Anda memutuskan berinvestasi di GOTO.

Apa prospeknya cerah?

Sebenarnya, ada cukup banyak risiko yang ditampilkan manajemen GOTO dalam prospektusnya. Tapi saya cukup ambil beberapa risiko yang cukup penting diperhatikan sebagaimana terlampir.

Pada prospektus, manajemen menyampaikan bahwa GOTO hingga kini belum meraih keuntungan sejak didirikan, dan mungkin tidak dapat mencapai profitabilitas. Ini karena model bisnisnya masih baru dan belum terbukti menghasilkan keuntungan. Ya begitulah nasib perusahaan yang menjual inovasi baru sebagai produknya.

Sebagai catatan: banyaknya risiko yang ditampilkan dalam prospektus, bukan menjadi indikasi bisnis suatu perusahaan itu jelek. Kalau manajemen bisa memetakan banyak risiko bisnis dan mengambil langkah pencegahan yang diperlukan, ini justru bagus. Bahkan in a way, kita perlu curiga pada perusahaan yang menyatakan risikonya kecil/sedikit sekali.

Oya, meski terkenal, GOTO belum menjadi market leader untuk produk utama yang mereka tawarkan. Gojek punya pesaing sengit, yaitu Grab. Tokopedia masih belum bisa melangkahi Shopee. Jadi GOTO masih jauh dari posisi price maker industri.

Pada titik ini, mungkin saya juga perlu memberi sedikit catatan. Saya cukup yakin pada keberlangsungan usaha GOTO. Mereka sudah jadi perusahaan yang boleh dibilang too big to fail. Ada jutaan orang yang pekerjaan dan kebutuhan sehari-harinya terkait kedua perusahaan ini. Mereka juga berhasil memberikan layanan yang benar-benar mempermudah hidup penggunanya. Maka, kalau sekedar untuk bertahan hidup, saya sih sangat optimis pada bisnis GOTO.

Seperti yang saya sebutkan pada segmen sebelumnya, yang saya belum yakin adalah: apakah pantas GOTO dijual dengan harga segitu?

GOTO: Satu contoh lain tentang story stock

Dari beberapa penjelasan poin di atas, rasanya GOTO ini bisa dikategorikan sebagai story stock. Menurut Investopedia, story stock adalah:

Saham perusahaan yang harganya terkait erat dengan prospek kinerja luar biasa di masa depan, keberhasilan inovasi baru, atau peliputan media yang favorable; alih-alih berdasarkan fundamentalnya seperti aset dan pendapatan. Sehingga, harga saham story stock sering merefleksikan ekspektasi berlebihan akan potensi keuntungannya. Valuasinya biasanya tidak sesuai dengan fundamental bisnis, karena investor membayar ekstra untuk potensi pertumbuhannya.

Banyak story stocks berasal dari sektor teknologi/bioteknologi mengingat kecenderungan investor pada saham perusahaan inovatif yang boleh jadi menemukan obat kanker atau sumber energi baru.

Inovestopedia

Apa berinvestasi di story stock pasti merugikan? Elon Musk akan menjawab, “Tidak” hehe. Sebagaimana GOTO, TSLA juga punya karakteristik story stock. TSLA hari ini punya PER mencapai lebih dari 100x dan PBV mencapai lebih dari 30x. Artinya, kalau Anda adalah investor awal di TSLA, ya Anda sudah bisa foya-foya lah sekarang. Seluruh hype terkait TSLA ini berkontribusi pada peningkatan kekayaan Elon Musk secara signifikan.

Tapi fenomena seperti ini kan tidak banyak. Hati-hati terjebak pada survivorship bias. Hanya karena ada 1-2 saham yang sangat terkenal mengalami hal ini, bukan berarti emiten sejenis di belahan bumi yang lain akan mengalami hal yang sama.

Investasi pada perusahaan yang (beneran) inovatif itu termasuk high risk high reward. Softbank, misalnya, berhasil meraup keuntungan dari investasinya di banyak perusahaan teknologi, tapi berdarah-darah akibat satu investasinya di WeWork.

Pada kenyataannya, value investor seperti Warren Buffett telah membuktikan (melalui pengalaman puluhan tahun) bahwa berinvestasi pada perusahaan yang secara fundamental bagus lebih mungkin menghasilkan keuntungan konsisten dalam jangka panjang.

Bagi saya pribadi yang pernah kuliah akuntansi, pendekatan Opa Buffett ini lebih masuk akal dan menenangkan pikiran ketika berinvestasi.

Simpulan: Apa GOTO investasi yang buruk?

Belum tentu.

Ada banyak variabel yang menentukan keberhasilan meraih keuntungan dari berinvestasi di bursa saham. Saya juga tergolong newbie di pasar modal. Tapi berdasarkan riset bidang akuntansi dan pasar modal yang saya baca, saya bisa bilang bahwa tidak ada metode yang bisa memastikan:

  • apakah harga suatu saham akan naik atau turun, dan
  • kapan naik/turunnya.

Selain itu, keuntungan investasi itu juga tergantung dari gaya trading Anda di bursa saham. Kalau strategi Anda terkait perusahaan IPO adalah hit and run (beli saham IPO, kemudian lepas maksimal 1 bulan kemudian ketika harganya sudah naik), GOTO bisa jadi pertimbangan. Kalau Anda adalah day trader yang bisa mantengin real-time chart setiap hari, tentu GOTO juga bisa jadi opsi yang menguntungkan.

Tapi saya tidak punya kemewahan itu. Saya adalah pekerja kantoran, jadi tidak punya cukup waktu untuk melakukan day trading seperti itu. Horizon investasi saya lebih panjang. Saya biasa memegang suatu saham mingguan, atau bahkan bulanan.

Kalau profil Anda sama seperti saya, GOTO mungkin opsi yang agak mengkhawatirkan. Saya menduga saham ini turnover-nya tinggi sekali sehingga kalau Anda tidak rajin-rajin cek harga sahamnya, Anda bisa kaget ketika suatu hari menjumpai harga saham Anda longsor dan nggak tertolong lagi.

But anyway, the choice is yours.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *