Apa yang membuat suatu aksi damai jadi berdarah?
Robin Yasin-Kassab dan Leila Al Shami menjawab, dalam Burning Country, ketika harapan untuk bertahan hidup melalui cara-cara beradab telah lenyap. Ketika tuntutan untuk sekedar bisa hidup merdeka dijawab dengan genosida brutal.
Ini yang terjadi dengan gerakan Selmiyyeh pada upaya revolusi di Suriah. Sebagian besar faksi revolusi di Suriah sebenarnya menginginkan transisi damai (apa sih untungnya perang bagi orang biasa?). Tapi protes damai secara meluas dibalas kelewat keras. Tentara sengaja menembak ke arah kerumunan; penggunaan senjata kimia; adu domba sistematis berbasis sektarian; sampai penggunaan milisi syabihah yang sadis tidak karuan.
Tidak hanya satu-dua kali, ini terjadi berkali-kali.
Tekanan mental ini begitu kuat sampai pada titik orang-orang tak percaya lagi pada aksi damai. Pemicunya adalah militerisasi masif pemerintah untuk memukul rakyatnya sendiri. Sebagaimana pembaca maklum, pemerintah Suriah menerima bantuan militer yang luar biasa besar dari Rusia dan Iran.
We all expected death. I was scared to shower naked in case a bomb dropped. I saw massacres myself. For example, I saw the aftermath of a barrel bomb. I saw human remains scattered in the street; I heard the screaming. I’m trained as a doctor, but I was unable to act. I just stood there, petrified. The West thinks we’re used to this, but we aren’t of course. We’re like anyone else – we use computers and cars, not camels and tents. Look, I’m a secularist, an atheist. … A religious person who saw this would want to blow himself up. Even me, if a close family member had been murdered like this, I’d certainly have taken up arms. At the start I was totally against militarisation. Now I support it. I realise the regime can’t be toppled by peaceful means.
Basel al-Junaidi, Aleppo
Warga Suriah jadi berpikir, buat apa aksi damai, kalau pemerintah terang-terangan tak ragu membunuh oposisi sebanyak-banyaknya? Maka harapan akan transisi sipil menghilang, sehingga warga biasa yang tidak punya motif ideologis sekalipun bakal angkat senjata.
[…] They asked, ‘Do you stick to selmiyyeh tactics because they’ll bring us victory, or for the sake of the selmiyyeh tactics?’ We could tell them that the West would see us in a brighter way if we were peaceful, but we couldn’t tell them this would bring victory. We couldn’t tell them, for instance, how civil resistance would free the detainees. Our stand, therefore, didn’t succeed. Every day people died, every single day. So the people armed themselves; they became used to weapons as they’d become used to civil resistance before
Marcell Shehwaro
Saya membayangkan tensi ini yang terjadi di Palestina pada akhir Ramadhan 1442, ketika artikel ini ditulis. Harapan akan solusi dua negara tergerus penindasan konstan selama tujuh dekade sehingga pada tiap konflik lemparan batu demonstran yang bicara. Harapan akan pembelaan konkret dari negara-negara muslim yang kian pudar sehingga roket-roket dari Gaza yang bersuara.
Atau, jangan-jangan ini yang tertancap lama di benak orang-orang Palestina ketika dulu mereka menolak berbagai tawaran perjanjian damai.
Tak peduli bagaimana pun gestur pemerintah Israel, illegal settlement bertambah dari hari ke hari. Teror pada nelayan Gaza (pada dasarnya tidak cuma nelayannya saja sih) saat menyambung hidup konstan dihadapi. Belum lagi soal arogansi tentara Israel yang berulang kali ditunjukkan di tanah suci.
Siapa yang salah? Tentu saja artikel apkiran ini tidak hendak menjawab hal itu. Sudah ada begitu banyak buku, konferensi, maupun kampanye tentang ini, dan sampai sekarang warga dunia tak sepakat di mana root cause-nya. Sisa-sisa kolonialisme? Fundamentalisme agama? Kolusi dengan salah satu negara adidaya?
Tapi demi mengakhiri eskalasi kekerasan jangka pendek, saya kira saya sepakat dengan Trevor Noah dalam video berikut.
Tentu saja saya berdoa untuk saudara-saudara saya di Palestina. Agar hidup jadi sedikit lebih mudah bagi mereka. Agar operasi gila yang besar-besaran seperti yang dipraktekkan Israel beberapa dekade belakangan tidak terjadi lagi.
Agar, dengan satu-dua keajaiban, Allah menangkan orang-orang Palestina sehingga hanya kebahagiaan dan hidup tenteram yang mereka rasakan selamanya.