Ketika tulisan ini dibuat (15 Maret 2022), harga saham ICBP masih ambrol di sekitar titik terendahnya selama 5 tahun terakhir, dan belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

Kenapa bisa begitu? Terdapat dua hipotesis sementara, yaitu:
- Akuisisi Pinehill Company Limited (selanjutnya saya tulis PCL saja) dianggap tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan malah memperburuk kinerja perusahaan.
- Perang Rusia-Ukraina dikhawatirkan mengganggu rantai pasok produk terlaris ICBP: mi instan.
Benarkah demikian? Mari kita bahas satu-satu.
Daftar Isi
Benarkah akuisisi PCL memperburuk kinerja ICBP?
Beberapa value investor yang saya kenal khawatir akuisisi PCL akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Concern-nya lebih banyak tentang bagaimana PCL memperburuk kinerja keuangan, dan bahwa PCL tidak mampu memberikan keuntungan yang diharapkan manajemen ICBP sebelumnya.
Beberapa segmen berikut berupaya membahas dan menjawab dugaan tersebut.
Profil PCL
PCL adalah perusahaan yang memproduksi dan mendistribusi mi instan di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika. Kalau Anda lihat meme yang beredari di Twitter beberapa waktu belakangan, rasanya cukup aman mengasumsikan brand Indomie cukup populer di Afrika dan Timur Tengah sebagai merk mi instan favorit di sana.
Berikut ini testimoni Thomas Partey yang berasal dari Ghana.
Beberapa dokumen resmi yang saya baca hanya menyebutkan bahwa perusahaan ini memiliki pangsa pasar yang lumayan di segmen mi instan, sehingga boleh dibilang merupakan perusahaan yang menguntungkan dan menjanjikan growth berkelanjutan.
Harga akuisisi PCL terlalu mahal
Saat diakuisisi, ekuitas PCL mencapai Rp10,7 triliun, tapi ICBP membelinya dengan harga Rp43,8 triliun. Dengan kata lain, PBV-nya 4,06x.
Apakah ini harga yang mahal? Tergantung bagaimana Anda melihatnya.
Ketika Anda membeli suatu perusahaan yang sehat (konsisten memberikan keuntungan, manajemen perusahaan tidak ada masalah, dsb), menjadi pemimpin pasar pada suatu produk yang spesifik, dan punya kedekatan dengan Anda sebagai pemegang saham (intinya punya profil seperti PCL ini lah), apakah PBV 4,06x itu harga yang terlalu mahal?
Menurut saya sih wajar-wajar saja, meski tentu saja tidak murah. Berdasarkan pengalaman singkat saya berinvestasi di BEI, saya juga beberapa kali membeli saham di harga PBV segitu. Sebagian besar investor di sini pun saya yakin pernah membeli saham di harga yang jauh lebih mahal dari ini.
So, bagi saya sih nggak masalah. Tapi sekali lagi, persepsi ini kembali pada preferensi masing-masing.

Akuisisi PCL dilakukan dengan utang yang jumlahnya luar biasa besar
Ini benar sekali. Ketika artikel ini ditulis, DER (Debt to Equity Ratio) ICBP ada di angka 176%.
Tapi bagaimana sih duduk perkaranya? Berikut ini kronologinya.
Pada 27 Agustus 2020 lalu, ICBP menyelesaikan akuisisi PCL dengan harga Rp43,8 triliun (informasinya di atas). Sebagian dana untuk akuisisi dipenuhi dari pinjaman bank jangka panjang yang jumlahnya mencapai Rp25 triliun.
Dugaan saya, karena pinjaman bank itu bunganya cukup tinggi, maka manajemen ICBP memutuskan menjual obligasi untuk menutup pinjaman bank tersebut. Obligasi itu diterbitkan ICBP pada 9 Juni 2021 lalu dalam mata uang USD, dengan nilai total setara Rp25 triliun. Terdapat dua seri obligasi yang diterbitkan dengan rincian sebagai berikut.
- Obligasi Dolar AS (2031), 3,398% p.a., sejumlah Rp16,4 triliun
- Obligasi Dolar AS (2051), 4,745% p.a., sejumlah Rp8,6 triliun.
Cicilan utang ini dibayarkan dua kali setahun, yaitu setiap tanggal 9 Juni dan 9 Desember.
Maka berdasarkan informasi tersebut, ICBP belum membayarkan cicilan bunga pinjaman tersebut pada Laporan Keuangan ICBP Q3 2021. Laporan ini mencakup aktivitas perusahaan sampai dengan September 2021, sementara pembayaran bunga pertama dilakukan pada 9 Desember 2021.
Jadi untuk mengetahui dengan pasti seberapa besar dampak pinjaman ini pada kinerja perusahaan, kita perlu menunggu Laporan Keuangan Q4 2021 diterbitkan terlebih dahulu.
Tapi dari data yang sudah ada, kita bisa membuat beberapa perkiraan sementara.
Sebagaimana saya sebutkan di atas, akuisisi telah diselesaikan pada 27 Agustus 2020. Artinya, ICBP telah membayar harga saham PCL kepada pemilik lama, dan kini PCL sudah masuk dalam laporan konsolidasian ICBP. Sebagian dana untuk akuisisi itu diambil dari utang bank, yang datanya bisa kita lihat sebagai berikut.
Dari sini kita bisa melihat bahwa saldo utang sindikasi di bank, yang pada akhir 2020 masih banyak saldonya, di September 2021 sudah lunas semua. Artinya, kita bisa mengkonfirmasi berita bahwa obligasi global yang diterbitkan ICBP tersebut digunakan untuk menutup pinjaman jangka panjangnya kepada sektor perbankan sebagai akibat akuisisi.
Nah, dari utang kepada perbankan tersebut, beban keuangannya (termasuk beban bunga) mencapai Rp1,1 triliun. Untuk keperluan kira-kira, sepertinya aman untuk mengasumsikan bahwa beban keuangan ICBP tidak akan jauh dari angka tersebut (meski pasti lebih kecil karena mereka sudah rilis obligasi global). Oya, angka ini sudah jauh meningkat daripada tahun 2020 (di mana angkanya “hanya” Rp844 miliar).
Sekarang kita lihat. Dengan beban keuangan mencapai Rp1,1 triliun akibat akuisisi PCL, apakah kinerja keuangannya terganggu? Biarkan laporan laba rugi yang menjawabnya.

Ternyata tidak. Laba mereka justru naik sekitar 39%.
Karena cicilannya flat, kita bisa memperkirakan bahwa sampai dengan utang itu lunas, ICBP tidak akan memiliki kesulitan untuk menyelesaikan kewajiban-kewajibannya.
Tapi ulasan ini masih belum menjelaskan penyebab anjloknya saham ICBP beberapa waktu belakangan. Maka mari kita meng-assess kemungkinan berikutnya.
Benarkah Perang Rusia-Ukraina berpotensi mempengaruhi kinerja operasional ICBP?
Pada 24 Februari 2022, Rusia menginvasi Ukraina. Begini harga saham ICBP setelahnya.

Investor memang pasti berhitung lagi dengan adanya perang Rusia-Ukraina ini. Hal ini karena kinerja ICBP sangat bergantung pada harga dan ketersediaan pasokan gandum. Apalagi, Pelabuhan Ukraina sampai dengan artikel ini ditulis masih ditutup. Akibatnya, pasokan gandum dari Ukraina juga pasti terganggu.
Peristiwa ini juga pasti akan mempengaruhi kinerja keuangan emiten pada Q1 2022 ini. Kepastiannya baru bisa kita peroleh sekitar 2 bulan lagi, ketika Laporan Keuangan Q1 2022 dirilis.
Sayangnya, sambil menunggu laporan keuangan tersebut dirilis, hingga kini belum ada penjelasan apa pun, baik berbentuk public expose maupun format lainnya, terkait langkah yang hendak diambil manajemen untuk mengatasi hal ini. Investor kemudian berspekulasi macam-macam sehingga menyebabkan harga sahamnya jatuh sampai ke titik ini.
Mungkin para investor masih perlu bersabar dan menunggu sampai beberapa pekan ke depan.
Namun, saya punya prasangka baik seperti ini:
Pertama, tidak mungkin suatu perusahaan manufaktur yang telah lama berdiri menggantungkan penyediaan bahan bakunya dari satu supplier saja. Mereka pasti punya rencana cadangan walaupun dampaknya mereka harus membelinya dengan harga yang lebih mahal.
Dan harga yang lebih mahal itu bisa dikompensasi dengan kenaikan harga produk agar perusahaan tetap bisa menjaga profit margin-nya.
Kedua, industri manufaktur global telah berpengalaman dengan penutupan pabrik dan pelabuhan semasa awal pandemi di sekitar tahun 2020 lalu. Sepanjang 2020-2021 lalu kasusnya malah lebih berat: kelangkaan kontainer. Saya kira perusahaan sebesar ICBP juga sudah belajar dan punya rencana cadangan terkait rantai pasok. Yang perlu kita tunggu adalah penjelasan dari manajemen ICBP supaya jelas hal-hal yang masih jadi spekulasi hari ini.
Dugaan saya, ketika manajemen memberi penjelasan yang cukup dan memuaskan, harga ICBP akan bounce back ke posisi semulanya.
Simpulan
ICBP adalah perusahaan yang telah lama beroperasi dan konsisten mencetak laba. Sampai saat ini, saya juga tidak melihat mereka menghadapi masalah keuangan yang berarti. Artinya, ICBP bisa diharapkan untuk terus beroperasi secara positif tahun ini.
Tetapi, prospek ICBP selama perang Rusia-Ukraina ini masih cukup gelap, dan manajemen belum memberikan penjelasan apa pun untuk mengatasi dugaan dan spekulasi para investor. Maka, sampai perangnya berakhir atau manajemen memberikan penjelasan yang memuaskan dan memberi rasa aman; saya kira harga sahamnya dalam beberapa waktu ke depan akan masih berada di posisi ini.
Waktunya serok, buat Anda yang sudah lama menunggu kesempatan ini.
Disclaimer:
- Tulisan ini adalah ulasan investor ritel amatir dan tidak dimaksudkan sebagai saran investasi.
- Seluruh informasi yang saya tuliskan di artikel ini berasal dari Laporan Keuangan, Public Expose, dan informasi resmi lainnya sebagaimana terdapat dalam situs BEI. Saya berusaha tidak menggunakan rumor dalam tulisan-tulisan saya.
- Tambahan utang ICBP itu sangat mempengaruhi Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan sehingga emiten ini tidak bisa masuk kategori saham syariah.